Entah
kenapa, momen hari guru nasional yang diperingati
setiap tanggal 25 November berhasil menggerakkan hati saya
untuk membuat sebuah tulisan tentang sesuatu yang berkaitan dengan profesi
guru.
Belasan
tahun belajar di sekolah, menjadi siswa dari banyak guru, membuat saya tidak sadar
akan betapa pentingnya profesi guru.
Hal tersebut baru saya sadari akhir-akhir
ini setelah saya pernah mengalami menjadi seorang guru.
Facebook pun ikut memperingati Hari Guru di Indonesia | photo source : facebook |
Percaya
atau tidak, saya pernah memiliki pengalaman menjadi seorang guru..
ya seorang guru TK.
Menjadi seorang guru taman kanak-kanak adalah
sebuah pengalaman yang tak terlupakan sekaligus menyenangkan buat saya.
Sebagian
besar orang mungkin masih banyak yang melihat sebelah mata pada profesi guru terutama
guru taman kanak-kanak.
Padahal
sebenarnya, di balik itu tersimpan sebuah cerita panjang dan perjuangan untuk
bisa menjadi seorang guru.
Memiliki Cita-cita Menjadi Seorang Guru TK
Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit
Tagline itu pasti sering kita dengar, terutama di
masa-masa kita sekolah dulu.
Cita-cita kamu apa kalau sudah besar nanti?
Salah
satu pertanyaan yang kerap ditanyakan pada setiap anak di masa perjalanan
sekolahnya.
Atau pertanyaan tentang cita-cita ini seolah menjadi bagian dari
daftar pertanyaan yang wajib ada dalam sebuah buku biodata saat SD yang
harus kita tulis dan kita isi sendiri.
Saya
ingat bahwa ketika kecil saya mempunyai beberapa cita-cita yang masih
berubah-ubah seiring perjalanan usia.
Salah satu cita-cita yang
pernah saya tulis di buku biodata adalah insinyur pertanian.
Selain insinyur pertanian cita-cita satu lagi adalah menjadi guru TK.
Cita-cita yang pernah saya miliki
karena saya teringat akan sosok guru TK saya yang cantik (menurut saya paling
cantik diantara guru-guru TK saya yang lain), tepatnya cantik tapi galak.
Buktinya saya ingat sampe
sekarang tangan saya pernah jadi korban cubitan ibu guru TK idola
saya itu gara-gara saya lupa gunting kuku.
Walaupun
demikian, di hati kecil saya sempat terbersit sebuah keinginan untuk menjadi
seorang guru TK.
Dan
waktu pun berlalu, lebih dari dua puluh tahun sejak masa taman kanak-kanak,
tepatnya sekitar tahun 2010.
Saya memutuskan untuk mengikuti kursus singkat menjadi guru TK
di PGTK Tadika Puri, salah satu PGTK yang lumayan familiar dan mempunyai banyak
lulusan.
Saya mendaftar di PGTK Tadika Puri, Makassar.
Kursus Pendidikan Guru TK
Entah
kenapa rata-rata peserta kursus PGTK adalah perempuan lulusan SMA, padahal saya
pikir, menjadi guru apalagi guru TK membutuhkan bekal ilmu yang cukup.
Apalagi usia
taman kanak-kanak adalah masa-masa kritis anak yang membutuhkan panduan khusus
dari para tenaga pendidik yang harusnya kompeten.
Masa
kursus yang singkat yang hanya 3 bulan, sepertinya tidak cukup untuk membekali
para calon guru TK untuk kemudian layak menjadi seorang guru.
Mengapa
demikian? Karena saya sendiri yang Alhamdulillah sudah mengenyam pendidikan
sampai jenjang sarjana dan kemudian mengikuti kursus PGTK.
Masih merasa belum
mendapatkan ilmu yang cukup untuk langsung terjun menjadi tenaga pengajar.
Btw saya lupa materi apa saja yang pernah saya terima selama belajar di kursus
PGTK tersebut.
Yang paling saya ingat hanya beberapa kegiatan yang menarik
perhatian saya seperti belajar membuat materi bahan ajar, role play menjadi
guru TK di depan kelas yang sempet bikin deg-degan dan keluar keringat dingin.
Serta kegiatan belajar menari tarian trasional khas Makassar dengan menggunakan baju
daerah asli Makassar yaitu baju bodo. Yang cukup menyenangkan dan tak terlupakan.
Pengalaman Tak Terlupakan Ketika Belajar Mengajar di Taman Kanak - Kanak
Setelah
selesai mengikuti kursus di PGTK kemudian saya mengikuti kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) dengan belajar mengajar di Taman kanak-kanak Sandhy Putra, Makassar
yang berada di bawah naungan PT Telkom.
Kegiatan
mengajar di pagi hari dimulai dengan rutinitas berdoa sebelum belajar dan menyanyi.
Menyenangkan
ketika saya harus mengingat nama mereka (baca : murid TK satu kelas) satu-persatu
dan mengingat kebiasaan-kebiasaannya.
Dan
yang tak terlupakan, suatu hari, ada seorang anak perempuan yang duduk di
sebelah saya dan selalu ingin dekat, yang ternyata kemudian baru saya ketahui
kalau dia ingin BAB dan ingin diceboki oleh saya #omg
Apa daya saat itu saya
tidak bisa menolak begitu saja atau menyerahkan ‘tugas negara’ tersebut ke
rekan guru yang lain #hehe #sukadukamenjadiguruTK
Kalo
ingat hal tersebut saya jadi ingat pengalaman saya yang lain ketika ‘latihan’ menjadi
guru TK juga.
Aaktu itu saya masih bekerja dan mendapatkan sebuah tawaran yang
menarik dari seorang kerabat yang menjadi guru TK di sebuah taman kanak-kanak
di sekitar Jl.Ganesha, Bandung.
Dari dulu sepertinya saya memang sudah memiliki
hasrat terpendam di dunia pendidikan anak yang belum tersalurkan dengan baik
dan benar #eaa #catet #mydreamwish
Di
TK di Bandung ini saya pernah mendapati seorang anak laki-laki yang malas untuk
belajar menulis.
Perawakannya lumayan cukup besar dibanding anak lain
seusianya, tapi dia memiliki sifat manja dan malah meminta saya untuk menulis
untuk dia.
Dan ketika saya tidak menurutinya, dia akan merajuk yang akhirnya
membuat saya jadi bingung. Untung rekan guru yang lain membantu saya dan
mengalihkan perhatiannya.
Nah,
hal-hal yang seperti demikian itu tentunya membutuhkan ilmu khusus tentang
pendidikan anak usia dini yang sesuai dan bisa diterapkan di lingkungan sekolah
usia taman kanak-kanak.
Wah sepertinya sekarang bidang pendidikan anak dan psikologi anak menjadi sesuatu yang
menarik buat saya #kode #pengensekolahlagi.
Perjuangan Menjadi Seorang Guru
Singkat
cerita, setelah menjalani masa PKL, saya diterima di sebuah TK yang berada di
kawasan masjid raya Makassar.
Saya lupa nama TK nya tapi yang pasti pemilik TK
tersebut merupakan pasangan yang pernah tinggal di Jepang dan memiliki
anak perempuan bernama Aiko (what a cute name..Aiko in Japanese means Love in English and Cinta in Bahasa) dan di TK tersebut terdapat sebuah tempat kursus bahasa Jepang.
Wah kebetulan banget nih saya pikir, secara saya adalah salah seorang alumni jurusan bahasa Jepang saya ingin sekali bekerja di sebuah institusi yang berkaitan dengan ilmu yang saya pelajari di masa kuliah.
Wah kebetulan banget nih saya pikir, secara saya adalah salah seorang alumni jurusan bahasa Jepang saya ingin sekali bekerja di sebuah institusi yang berkaitan dengan ilmu yang saya pelajari di masa kuliah.
Tapi karena saat itu
yang dibutuhkan adalah posisi guru TK maka diterimalah saya sebagai salah
seorang guru yang mengajar mata pelajaran bahasa Inggris.
Jarak dari tempat
tinggal saya waktu di Makassar ke TK tersebut lumayan jauh,kurang lebih sekitar
10km, dari selatan ke utara.
Namun kala itu saya menjalaninya dengan senang hati tanpa beban, walaupun kalo dipikir-pikir besar gaji yang saya terima dengan besar ongkos yang harus saya keluarkan tiap hari tentunya pas-pasan bahkan relatif tidak mencukupi, dan tidak ada uang makan.
Namun kala itu saya menjalaninya dengan senang hati tanpa beban, walaupun kalo dipikir-pikir besar gaji yang saya terima dengan besar ongkos yang harus saya keluarkan tiap hari tentunya pas-pasan bahkan relatif tidak mencukupi, dan tidak ada uang makan.
Hingga suatu
waktu, pagi itu hujan turun lumayan deras, saya harus pergi mengajar akan
tetapi pak suami tidak mengijinkan saya untuk pergi keluar rumah #waduh..
Memang kala itu,
menjadi guru bukanlah tujuan saya untuk mendapatkan penghasilan, menjadi guru
hanyalah salah satu bentuk kegiatan positif yang ingin saya lakukan untuk
mengisi waktu dan mengembangkan kemampuan saya.
Dan larangan untuk pergi mengajar terjadi dua kali (karena pada waktu itu memang sedang musim hujan).
Dan larangan untuk pergi mengajar terjadi dua kali (karena pada waktu itu memang sedang musim hujan).
Tak lama setelah itu, dengan berat hati dengan alasan tidak ingin meninggalkan tanggung jawab, dalam hal ini bolos mengajar
gara-gara hujan.
Kemudian saya mengundurkan diri dari pekerjaan mengajar
tersebut. Sungguh disayangkan padahal lingkungan mengajar di taman kanak-kanak
tersebut begitu penuh dengan kekeluargaan yang membuat saya nyaman dan betah.
Hingga beberapa waktu kemudian, suami saya diharuskan untuk pindah kerja ke kantor cabang
perusahaan yang ada di Surabaya.
Mungkin memang sudah jalannya seperti demikian
karena saya tidak bisa membayangkan apabila ketika saya sudah lama mengajar dan
dekat dengan anak-anak terus kemudian saya harus berpisah dan mengucapkan selamat
tinggal pada mereka.
Tentu rasanya akan lain, sedih, campur aduk dan bikin
galau.
Buktinya
hal tersebut sempat terjadi pada salah satu teman seperjuangan di tempat kursus
PGTK, serupa tapi tak sama, selepas PKL, teman saya
diterima menjadi seorang kepala sekolah, mungkin pada awalnya terkesan lebih
bonafid.
Namun pada akhirnya teman saya kemudian harus merangkap sebagai guru
juga, yang mana hal tersebut terjadi karena kurangnya tenaga guru yang mau dan
sanggup mengajar di TK tersebut.
Dan setelah saya tahu ternyata gaji
yang diterima di TK tersebut lagi-lagi tidak
sepadan dengan usaha yang dilakukan.
Apa karena latar pendidikan atau karena
jasa mengajar guru TK memang kurang dihargai?
Yang lebih miris di TK tersebut, teman saya dituntut untuk mengeluarkan dana dari
kantongnya sendiri yang memang dibutuhkan untuk kepentingan sekolah tersebut
seperti biaya untuk membeli media penunjang kegiatan belajar contoh : karton,
bolpen dsb.
Memang terlihat kecil tapi seharusnya ada alokasi khusus untuk
benda-benda tersebut. Satu dua kali teman saya ikhlas mengeluarkan dana
tersebut karena mengingat untuk kebutuhan sekolah tapi lama-lama setelah
dipikir-pikir hal tersebut tidak seharusnya terjadi
Sampai
akhirnya, teman saya itu mengalami masa galau, antara akan tetap bertahan
mengajar dan mengabdi di sekolah tersebut atau kemudian meninggalkan profesi
mengajar yang dicintai namun penuh dilema.
Setelah
berfikir masak-masak akhirnya keputusan tetap harus diambil, dan resign lah teman saya dari taman kanak-kanak tersebut.
Dari
cerita teman saya, saya bisa ikut merasakan bagaimana suasana haru yang terjadi
ketika teman saya berpamitan pada anak-anak yang selama hampir tiap hari
bertemu, bermain, belajar dan memiliki ikatan istimewa antara guru dan murid.
Tapi
begitulah, salah satu potret tentang dunia belajar mengajar yang pernah saya
alami sendiri dan sepertinya masih menjadi fenomena dari dunia pendidikan di
tanah air.
Maka saya tak heran apabila masih mendengar apabila di Indonesia (luar pulau terutama) masih banyak guru-guru yang tetap setia
mengabdi bahkan sampai puluhan tahun walaupun jasa mereka ‘sepertinya’ kurang
dihargai.
Seiring dengan kenyataan bahwa masih banyak guru yang menerima upah
minimal atau menerima upah dalam bentuk barang berupa makanan hasil bumi dan
sebagainya.
Memang
berat, tapi hal tersebut terjadi karena adanya faktor panggilan hati untuk
tetap menjalankan tugas mulia, karena tidak bisa lepas begitu saja meninggalkan
anak-anak tanpa ilmu yang mereka butuhkan.
Sebenarnya
masih banyak cerita ‘luar biasa’ lainnya mengenai dilema-dilema di dunia
pengajaran ini terutama dilema menjadi seorang guru.
Mungkin satu hal yang bisa sampaikan adalah hargai jasa gurumu dan jangan pernah lupakan mereka.
Sadar ga sih ada hal tidak terpuji yang pernah kita lakukan di
masa sekolah dulu, yaitu pernah mengolok-olok ibu atau bapak guru kita, dan
ketika kita berada di posisi mereka kita baru merasakan seperti apa rasanya.
Saya
salut akan profesi guru, karena tidak semua orang sanggup dan mampu untuk
menjadi GURU.
Terima
kasih guruku.
Thank
you for teaching me and always inspire us.
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya :)
Untuk menghindari Spam yang masuk, komentarnya saya moderasi dulu ya. .